ZIDAH’s Journal: Tentang Bapak Dospem
Waktu menunjukkan pukul 16.20, pertanda kampus sudah mulai sepi. Hanya ada aku dan seorang wanita yang duduk di depan ruang administrasi kampus. Sudah lima menit aku mencari ojek online dan belum dapat juga.
Tiba-tiba seorang dosen memanggilku, “Zahidah.”
Seketika aku memalingkan wajah dari telephone yang aku genggam. “Iya, Pak.” jawabku santai.
“Belum pulang?” tanya Pak Fuad.
“Belum, Pak.”
“Kamu lihat Pak Pi’i gak?” tanya Pak Fuad lagi. Sudah beberapa minggu ini aku sering melihat beliau bolak-balik ke ruang Pak Pi’i. Pak Pi’i bekerja sampingan dengan ruang kepala program studi (kaprodi), apabila ada surat yang ingin diurus, maka bisa berhadapan langsung dengan Pak Pi’i.
“Kurang tau, Pak. Mungkin di ruang admin.”
Pak Fuad berjalan menuju ruang admin, dan beberapa menit kemudian keluar lagi dan menuju tempat absen elektronik.
“Gak ada, Pak?” tanyaku yang berada kurang lebih empat meter dari Pak Fuad.
“Udah pulang kayanya.”
“Iya. Udah sore juga.”
“Ya sudah, Bapak balik ya. Semoga lancar profesinya.”
Aku hanya menjawab dua kata, “Iya, Pak.”
Setelah itu beliau pergi dan tak terlihat lagi, yang tertinggal hanya jejak kaki beliau yang sewaktu-waktu akan menghilang karena tersapu oleh angin yang berhembus.
Siang hari, beberapa jam sebelum beliau pergi, aku dan Dita (teman se-per-dospem-an Pak Fuad) berbincang mengenai penelitian kami yang akan dimuat dalam bentuk jurnal untuk di publish. Karena aku rasa perbincanganku pada siang itu cukup, maka aku pamit dengan beliau untuk melanjutkan praktikum mandiri pemasangan infus dan lainnya.
Aku tidak tahu kalau ternyata hari itu adalah hari terakhir beliau berada di kampusku. Kalau aku dan teman-temanku tahu, pasti kami akan banyak berbicara sebelum akhirnya beliau memutuskan untuk pergi, setidaknya kami akan mengucapkan tanda terimakasih dan ucapan perpisahan.
Sebelumnya, aku dan beberapa temanku sudah tahu bahwa beliau akan resign, tapi kami pikir, beliau akan berubah pikiran dan tetap akan mengajar. Tetapi ternyata tidak. Setiap orang mempunyai pilihan hidup, dan itu adalah pilihan beliau. Terlepas dari pilihan itu baik atau tidak. Tapi yang pasti, aku yakin, beliau sudah mempertimbangkan dengan sangat matang.
"Untuk melihat sesuatu yang terbaik, maka jangan hanya melihat dari satu sisi, lihatlah dari segala sisi, dan kamu akan memahami, bahwa kamu sudah berusaha memilih yang terbaik, dengan begitu semua akan baik-baik saja."
Meski aku dan teman-temanku tak bisa memberikan ucapan terimakasih ataupun salam perpisahan secara langsung, namun kami masih dapat mengucapkan melalui whatsapp.
Rasanya, baru sebentar kami berkenalan.
Namun, sudah banyak ilmu yang beliau tularkan.
Dan kini, kami merasa kehilangan sosok dosen dengan berjuta keilmuan yang membanggakan.
Terimakasih sudah menjadi dosen terbaik bagi kami.
Kami berdo’a, semoga Bapak sukses dalam karir serta bahagia duniawi dan ukhrowi.
Ada hal yang aku ingat ketika bimbingan. Beliau bertanya “Kalian sidang hasil bulan apa? Saya akan resign setelah semua anak bimbingan saya sudah selesai sidang hasilnya”. Itu adalah salah satu bentuk tanggung jawab beliau yang luar biasa, dan masih banyak yang lainnya, yang tak bisa diceritakan secara rinci.
Sudah, segini aja ceritanya. ^_^
Semoga segala yang terbaik untuk beliau. Aamiin..
No comments:
Post a Comment