Bertemu Denganmu (Lagi)! IV
Aku menulis cerita ini beberapa jam setelah kau
pergi begitu saja sehabis menerima telfon yang entah dari siapa. Aku lebih suka
menulis cerita tentang mu dibanding menulis penelitianku. Ada rasa bahagia
rasanya bisa menceritakan sosokmu dalam bentuk narasi yang bahkan kau tak tau
siapa aku.
Cerita kali ini bukan tentang masjid, fotocopy atau
kampus. Melainkan tempat yang mungkin tak pernah terfikir olehmu dan olehku kalau
kita akan bertemu. Tempat itu disebut “kos”. Bukan kosku atau kosmu, melainkan
kos orang lain yang tak asing bagi ‘kamu’ yang membayangkan latar cerita ini.
***
Ini adalah kali pertama aku bertemu denganmu saat
bulan dan bintang di sandingkan pada satu tempat yang sama. Seperti hal nya
kita, untuk kesekian kalinya takdir Tuhan mempertemukan kembali ku denganmu. Takdir selalu mempunyai caranya tersendiri,
dan aku suka cara itu.
“Jangan tanyakan takdir kapan dan dimana
kau akan bertemu.
Karena tanpa sadar, kau sedang berdoa
agar Tuhan
mempertemukan dia untukmu.”
Malam itu ada acara di salah satu kos mahasiswa,
dan salah satu mahasiswa yang hadir adalah kau. Kau datang lebih awal daripada
yang lain. Tanpa kau sadar atau tidak, aku memperhatikanmu. Kau terlihat begitu
gagah dengan baju koko mu. Mungkin beberapa wanita lebih suka melihat pria
menggunakan koko karena lebih terlihat “adem”. Yaa.. Sama halnya denganku. Aku
suka melihatmu, lebih tepatnya melihat kau menggunakan koko dengan celana yang
berwarna tak senada dengan bajumu. Namun, rasanya, pakaian muslimmu kurang
lengkap karena tak ada peci yang terpasang di kepalamu. Atau mungkin pecinya
kau simpan di dalam tas dan belum sempat kau pakai, yang pasti, aku tak
mempersoalkan tentang itu.
“Hai” sapaku spontan saat berpapasan denganmu di
depan pintu.
Kau terus berjalan menunduk. Aku tak tahu apakah
kau mendengar sapaanku, yang aku tahu hanya tiba-tiba keberanianku melonjak
untuk menyapamu lebih dulu. Aku berjalan ke arah pintu luar dan kau berjalan ke
arah dalam. Hanya berpapasan denganmu beberapa detik mampu membuatku merasa layaknya
bermain Histeria Dufan. Mungkin ini kedengarannya terlalu berlebihan, namun
begitulah kenyataan.
Setelah beberapa menit sapaan itu berlalu, aku
kembali menuju dalam dan kau malah berbalik keluar pintu. Kita selalu
berpapasan tanpa pernah berdiam di titik yang sama dalam waktu lama. Setelah
itu, kau menghilang bersama telfon genggam yang masih tertempel di telingamu. Dan
malam itu, kau tak pernah kembali lagi, lenyap bersama hembusan angin yang tak
pernah berkabar untuk pamit. Kau hanya
datang untuk mengawali tanpa tahu cara mengakhiri.
***
Hanya sebatas itu ceritaku malam ini. Tak banyak
yang bisa aku ceritakan tentangmu karena pertemuan malam itu begitu singkat.
“Bukan soal seberapa lama aku bertemu dengan seseorang, namun
seberapa bisa orang tersebut membuat hati dan pikiran ku tak karuan meskipun
dalam waktu singkat, yang hanya akan menyisakan
kegelisahan di akhir pertemuan.”
; Akhir Februari, 2018
No comments:
Post a Comment