Bertemu Denganmu (Lagi)! III
14:00, aku menulis kisah ini
secara langsung setelah aku bertemu denganmu, di lantai teratas kos dengan
suasana sedikit teduh dan jauh dari hingar bingar tetangga kos.
***
Dua jam aku berdiri di logo
kebesaran kampus, namun tak ku temukan tanda wisudawan akan segera keluar.
Hanya terlihat keluarga yang menunggu di taman dan para pedagang yang sesekali
berkata “Dek, beli Dek.”
Hari ini merupakan hari
bersejarah bagi siapapun yang mengenyam pendidikan di bangku perkuliahan selama
empat tahun atau bahkan tiga setengah tahun. Hari bersejarah bagi mereka yang
dengan susah payah mengorbankan tenaga, biaya, pikiran, dan perasaan. Apalagi
sebagai anak rantau yang harus mengorbankan ego dan perasaannya untuk jauh dari
keluarga. Namun yang pasti, dengan adanya moment seperti ini, pengorbanan
akan terbayar dengan hadirnya kebahagiaan. Orang tua manapun akan bangga
melihat anaknya berjalan dengan anggun dan atau gagahnya menggunakan kebaya
atau jas yang diselubungi seragam hitam dan sleber sesuai dengan warna fakultasnya.
Jarum jam hampir mengarah ke
angka 12. Satu, dua, tiga, bahkan belasan wisudawan sudah mulai keluar. Tujuan
utamaku datang ke sini adalah agar dapat memberikan selamat kepada kakak
tingkat dan kerabat yang sudah banyak berjasa memperkenalkan ku akan makna
keluarga dan organisasi selama menjadi mahasiswa, lebih dari itu, aku juga
mempunyai tujuan sampingan yakni agar dapat bertemu dengannya untuk sekadar
memberikan selamat karena sampai detik ini aku tak mempunyai keberanian
berdialog dengannya.
“Tak usah menyalahkan dirimu
karena tak bisa memulai percakapan, karena akan ada waktunya engkau mempunyai
keberanian, bukan hanya sekadar memberikan sapaan namun juga mengungkapkan perasaan.
Tunggulah waktunya tiba dan kau akan memahaminya. ”
Kakak tingkat dan kerabat yang kuberikan
selamat silih berganti, begitupun dengan foto yang sudah sudah berganti-ganti
pose, jargon pun juga sudah berkali-kali terlontar. Namun sosok yang ku tunggu
belum juga terlihat.
“Mungkin dia sudah harus dinas.
Atau mungkin dia sudah pulang dengan keluarganya. Atau mungkin dia tak hadir
dalam wisuda ini” fikiranku menduga-duga.
Tidak lama berselang. Ketika aku
asik ngobrol, ternyata lelaki itu
tiba-tiba ada dihadapanku dengan jarak kurang lebih 10 meter. Aku
memperhatikannya walaupun kadang tubuhnya teralingi oleh pohon besar. Yaa..
Untuk kesekian kalinya, Tuhan mengerti apa keinginanku, yang aku tak paham
apakah ini juga termasuk kebutuhanku.
Kata orang-orang, “Tuhan
memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan”. Aku tak paham
apakah bertemu dengannya adalah kebutuhan atau sekadar keinginginan. Mungkin
lebih tepatnya ini adalah sebuah kebetulan.
; Pertengahan
Februari, 2018
No comments:
Post a Comment