Bertemu Denganmu (Lagi)! II
"Tak-tuk-tak-tuk...."
Terdengar lalu lalang sepatu dengan ukuran hak sekitar 3cm.
Semua orang yang berada di depan ruang sidang terlihat sibuk, ada yang
komat-kamit berbicara sendiri sambil menggerakkan tangan, ada yang hanya
membolak-balik tumpukan kertas yang sudah terjilid dengan halaman yang tersusun
rapih, ada yang sibuk menelfon ibu untuk sekadar meminta do'a demi kelancaran
alur persidangan, dan masih banyak ada-ada yang lain.
Sesekali terlihat wajah bahagia keluar dari ruangan sambil mengenakan
selempang pertanda telah menjadi sarjana.
Ada rasa ingin dalam diri ini, keluar ruang sidang dengan wajah bahagia, di
sambut ucapan, dipakaikan selempang kebesaran, serta diberikan bunga oleh orang
yang kuharapkan.
"Ahh.. kamu masih harus melewati satu semester lagi baru bisa seperti
mereka, dan kamu tak akan mendapat ucapan langsung darinya karena dia sudah tak
ada di kampus ini lagi" pikirku terlintas.
Langkahku mulai menjauh dari ruang sidang. Aku segera menuju tempat
fotocopy, ada beberapa buku yang tadi pagi kupinjam dari perpustakaan untuk aku
copy segera.
"Bang yang ini di fotocopy jadi 2 rangkap ya" kata pria di
sampingku.
Mataku sedikit melirik, lapang pandangku seperti mengenal postur tubuh pria
yang berbicara itu. Yaaa.. benar saja, dia pria yang kutemui di depan masjid
beberapa waktu lalu. Pria itu berpakaian rapih dengan baju putih tanpa noda,
celana coklat susu dengan lipatan tengah sehabis disetrika, sepatu pantopel
yang sudah tak lagi kinclong, dan kacamata masa kini dengan bentuk sedikit
oval.
Sepertinya dia mengenali ku, pun juga ku mengenalnya. Kami satu angkatan
tetapi beda jurusan. Awal-awal perkuliahan aku sering melihatnya tapi
sepertinya dia tak berbalik melihatku.
Tak ada sapaan diantara kami. Dia fokus dengan bahan skripsinya, dan
aku fokus dengan buku-buku perpustakaan yang aku fotocopy.
Tak lama pria itu pergi dengan motornya, meninggalkan tumpukan kertas
skripsi, sepertinya dia bergegas menuju masjid yang tak jauh dari tempatku saat
ini, untuk melaksanakan sholat dzuhur karena adzan baru saja berkumandang.
"Ini fotocopyannya, Mba." abang fotocopy itu memberikan
lembar fotocopy yang begitu banyak, lengkap dengan nota dan nominal yang
berjajar.
"Ini uangnya. Semua sudah kan ya? Hatur nuhun." kataku sambil
meletakkan uang di atas etalase.
Setelah semua copy-an ku selesai, aku kembali ke perpustakaan untuk
mengembalikan buku. Sambil sesekali melihat ke arah ruang sidang. Tampak sepi,
mungkin karena sedang jam istirahat.
Waktu semakin sore, matahari tak lagi terik. Hanya terasa hembusan
pendingin ruangan di perpustakaan yang setiap detiknya bertambah dingin,
sepertinya pertanda hujan akan mengguyur tanah perantauanku malam ini. Dengan
langkah pasti, aku meninggalkan perustakaan.
"Laptop sudah. Handphone sudah. Dompet sudah. Oke langsung balik"
kataku meyakinkan diri sendiri bahwa tidak ada yang tertinggal.
"Oia, aku lupa. Aku kan janjian sama Gea. Ya sudah aku duduk di depan
ruang admin saja untuk menunggunya." aku berkata dalam hati sambil
melangkah perlahan menuju kursi.
Sesampainya aku di depan kursi ruang admin, aku menengok kanan kiri,
mungkin saja ada orang yang aku kenal dan bisa aku ajak bicara.
Lagi dan lagi, pria tadi tertangkap oleh pandangku. Aku bertemu dengannya
(lagi).
Dia sedang duduk di lantai depan ruang sidang, dengan kaki dilipat dan
tangan mengusap muka serta tumpukan skripsi yang menumpuk di sebelah kanannya.
Hari ini adalah hari dimana dia akan mendapatkan gelar sarjana dan mungkin aku
akan jarang bertemunya, atau mungkin tak akan bertemu lagi.
"Kalau jodoh engga akan kemana. Ehh.. Haduuhh.. Dia bukan jodohmu,
lihat saja di depan ruang sidang banyak wanita, mungkin salah satu diantara
mereka adalah pacarnya." kataku membuyarkan fikiran manis.
"Triiingg" hp ku berdering, pesan dari Gea rupanya, "Gue
tunggu di laboratorium".
Aku berjalan ke arah laboratorium, langkahku melewati tempat dimana ia
sedang duduk menunduk. Ingin rasanya mengucapkan bahwa aku ada di saat dia akan
menghadapi persidangannya. Tapi.. siapalah aku. Adik bukan. Teman bukan.Pacar?
Ah apalagi.
“Dzaaa... tolong bantuin gue beresin lab dong.” kata Gea berteriak dari
kejauhan ketika melihatku.
Aku membereskan laboratorium dengan estimasi waktu yang sudah ku prediksi
sedemikian rupa. Ketika aku bisa membereskan laboratorium sesuai dengan waktu
akhir persidangan pria tadi, maka aku akan dapat bertemu dengannya saat dia
keluar dari ruang sidang.
Yaa.. Estimasiku sempurna. Tepat dimana aku berjalan ke arah pintu kampus,
aku melihatnya keluar dari ruang sidang. Ada rasa senang melihatnya, namun ada
juga rasa menyesal karena tak ada keberanian memberinya selamat. Hanya mampu
menunduk dan tersenyum.
; November, 2017
No comments:
Post a Comment